Opini :
Pelaksanaan PHK pada Bank dalam Likuidasi
Oleh : Kardi Pakpahan*
Berbeda dengan Pemutuhan Hubungan
Kerja (PHK) pada perusahaan atau institusi lain, pelaksanaan pemutusan PHK pada
Bank dalam Likuidasi (BDL), baik pada Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), memiliki karakteristik khusus. Namun,
payung hukum utamanya berdasarkan pada UU No.13/2003 tentang Ketenakerjaan.
Ketentuan umum tentang Hak-hak
diterima oleh karyawan atau yang pihak mengalami PHK diatur pada pasal 156 ayat
1 UU No.13/2003. Disana dikatakan :”Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima”.
Formula atau rumus dari perhitungan
hak-hak dari pihak yang mengalami PHK, seperti karyawaan atau
pekerja/pengurus perusahaan, sudah dengan jelas diatur pada pasal 156 UU
No.13/2003.
Apakah penghitungan hak-hak pihak yang
mengalami PHK dapat mengalami perubahan
? Jawaban terhadap ketentuan ini bisa diperoleh pada pasal 156 ayat 5 UU No
13/2003, yang menyatakan :”Perubahan
perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah”.
Walapun
tiga jenis komponen hak-hak karyawaan atau pekerja/pengurus yang mengalami PHK,
namun sering juga ketiganya disebut
dengan istilah pesangon. Batasan dan penggunaan istilah ini misalnya, bisa diketahui dari beberapa
ketentuan. Diantaranya, pertama, PSAK 24. Pada PSAK 24 disebutkan ruang
lingkup imbalan kerja adalah : 1) Imbalan kerja jangka pendek; 2) Pesangon; 3)
Imbalan Paska Kerja; 4) Imbalan kerja jangka panjang lainnya. Ketentuan
pesangon disini meliputi pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak.
Kedua, Bab 23 SAK ETAP
tentang imbalan kerja. Dalam ketentuan ini ini ruang lingkup imbal kerja meliputi
: a) kewajiban Imbalan kerja jangka pendek; b) kewajiban imbalan pasca kerja; c)
kewajiban imbal kerja jangka panjang lainnya; d) kewajiban pesangon pemutusan
hubungan kerja.
Ketiga,
Bab V.9. PA BPR (Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat) tentang Kewajiban
imbal kerja. Pada bagian ini kewajiban imbal kerja meliputi : a) Kewajiban
imbalan kerja jangka pendek; b) kewajiban imbalan pasca kerja; c) kewajiban
imbalan kerja jangka panjang lainnya; d) kewajiban pesangon pemutusan kerja.
Sebetulnya
kalau disimak dari substansinya, baik PSAK 24, Bab 23 SAK ETAP; Bab V.9. PA
BPR, khususnya kewajiban imbal kerja tentang pesangon, dapat dikatakan adalah
penjabaran dari pasal pasal 156 UU No.13/2003, yang meliputi pesangon,
penghargaan masa kerja dan penggantian hak.
Kalau
dicermati alasan-lasan PHK, maka PHK pada Bank dalam Likuidasi (BDL) biasanya
alasannya mengacu pada pasal 164 ayat 1 UU No.13/2003, yang menyatakan :”Pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4)”. Karena belum ada ketentuan yang merubah ketentuan ini dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP),
sebagaimana diamanatkan pada pasal 156 ayat 5 UU No 13/2003, maka formula
inilah yang diterapkan biasanya pada Bank dalam Likuidasi.
Pada
pasal 54 ayat 1 huruf b UU No.24/2004,
karyawaan atau pihak yang mengalami PHK
pada Bank dalam Likuidasi ditempatkan di posisi Kreditur diurutan kedua, disana
disebutkan :”penggantian atas pembayaran
talangan pesangon pegawai”. Pengertian kreditur pada BDL adalah setiap pihak
memiliki piutang atau tagihan kepada BDL, termasuk nasabah penyimpan. Tentu
bila dikaitkan pasal 54 ayat 1 huruf b UU No.24/2004, dengan pasal 156 UU
No.13/2003, PSAK 24, Bab 23 SAK ETAP, ketentuan Bab V.9. PA BPR, dan pasal 164
ayat 1 UU No.13/2003, maka dapat dikatakan bahwa hak-hak karyawaan atau pihak
yang mengalami PHK dalam Bank dalam Likuidasi adalah adalah 3 jenis, yaitu a)
pesangon; b) penghargaan masa kerja c) penggantian hak yang dihitung
berdasarkan masa kerja dari karyawan/pegawai atau pihak yang mengalami PHK pada
sebuah BDL.
Pada
pasal 23 ayat 4 Peraturan Lembaga Penjaminan Simpanan (PLPS) Nomor :
1/PLPS/2011 sebagaimana disempurnakan PLPS Nomor : 1/PLPS/2015 disebutkan :”Tim Likuidasi wajib membuat perhitungan
hak-hak pegawai lainnya yang timbul sebagaimana akibat pemutusan kerja
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya di bidang
ketenagakerjaan termasuk kewajiban yang belum diselesaikan kepada pegawai yang
diberhentikan atau dilakukan PHK sebelum pencabutan izin usaha Bank, serta gaji
terutang anggota Direksi dan Dewan Komisaris, untuk dicatat sebagai kewajiban
Bank dalam likuidasi dalam kelompok kewajiban kepada Kreditur lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf g PLPS No.1/2011 sebagaimana
disempurnakan melalui PLPS No.1/PLPS/2015”. Bagaimana hubungan ketentuan
pasal 23 ayat 4 PLPS No.1/PLPS/2011 sebagaimana disempurnakan PLPS
No.1/PLPS/2015 di satu sisi, dengan pasal 156 UU No.13/2003, PSAK 24, Bab 23
SAK ETAP, ketentuan Bab V.9. PA BPR, dan pasal 164 ayat 1 UU No.13/2003 di sisi
lain, khususnya untuk ungkapan : “perhitungan
hak-hak pengawai lainnya”.
Berangkat
dari ketentuan pasal 23 ayat 4 PLPS
Nomor : 1/PLPS/2011 sebagaimana disempurnakan PLPS Nomor : 1/PLPS/2015,
dikaitkan dengan ketentuan pasal 156 UU No.13/2003 dan pasal 164 ayat 1 UU
No.13/2003. Maka dengan menerapkan asas
penerapan hukum, yang menyatakan lex
superior derogate legi inferior, yang berarti peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kedudukannya mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, maka
dapat dikatakan bahwa hak-hak karyawaan yang mengalami PHK pada Bank dalam
Likuidasi, ada 3 jenis, yaitu 1) Pesangon; 2) Penghargaan Masa Kerja, 3)
Penggantian Hak yang logikanya dibayar sekaligus pada posisi Kreditur seperti
diatur pada pasal 54 ayat 1 huruf b UU
No.24/2004, sebagai salah satu komponen dari Imbalan Kerja. Sedangkan
perhitungan hak-hak pegawai lainnya, akibat PHK, dapat berasal dari dari
Kewajiban Imbalan Kerja jangka pendek, kewajiban imbalan pasca kerja atau
kewajiban imbal kerja jangka panjang lainnya.
Mengenai
ketentuan pasal 25 ayat 1 PLPS Nomor : 1/PLPS/2011 sebagaimana disempurnakan
PLPS Nomor : 1/PLPS/2015, yang menyatakan :”Pembayaran
pesangon pegawai sebagaimana dalam Pasal 23 ayat 1 huruf b PLPS Nomor :
1/PLPS/2011 sebagaimana disempurnakan PLPS Nomor : 1/PLPS/2015 dilakukan dengan
memperhitungkan seluruh kewajiban pegawai kepada Bank dalam Likuidasi”.
Ketentuan ini lumrah dilaksanakan karena juga telah diatur pada ketentuan
mengenai perjumpaan hutang atau kompensasi, sebagaimana diatur pada pasal 1425
s/d 1435 KUHPerdata.
Bila
artikel opini Penulis ini benar dan sah secara hukum, dan belum diterapkan pada
BDL, mengingat dari tahun 2005 hingga saat ini, 99 Bank mengalami likuidasi, yaitu 1 Bank
Umum, yaitu PT Bank IFI dan 98 BPR, maka kalau memungkinkan dilakukan
pembayaran uang pesangon yang belum diterima karyawan atau pegawai BDL
sebagaimana dikedepankan dalam artikel opini ini dengan 3 komponen, yaitu a)
pesangon; b) penghargaan masa kerja; c) penggantian hak, dan kalau dampaknya
signifikan, mungkin perlu dilakukan jurnal koreksi pada laporan keuangan
institusi atau BDL yang terkait, jika itu mungkin dilakukan, supaya laporan
keuangan institusi terkait dapat tetap wajar. Semoga
(*Penulis adalah Advokat, Alumnus FH-UI, WA :
0813-2895-0019 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar