Kamis, 06 Oktober 2022

Budaya : Resiko Hukum Mengubah Kumpulan Marga dengan Dugaan Menggunakan Keterangan Palsu

 Budaya :

Resiko Hukum Mengubah Kumpulan Marga dengan Dugaan 
Menggunakan Keterangan Palsu


Oleh : Kardi Pakpahan*

Silsilah pada kumpulan marga atau toga merupakan unsur identitas  masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat adalah Masyarakat Hukum Adat seperti Desa di Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minangkabau, Huta  di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan adalah kesatuan-kesatuan masyarakat masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinear, matrilinear, atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri, Komunal di mana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar (Prof Dr Soerjono Soekanto, SH, 2012 :43).

Silsilah atau tarombo pada Batak Toba terbentuk dan dikembangkan dari suatu masyarakat hukum adat, yang bermula dari huta (perkampungan induk), yang kemudian huta dikembangkan dengan sebutan lain, seperti Lumban, Sosor, Banjar, Lobu, dan lain-lain. Pada umumnya yang bermukim  pada suatu masyarakat hukum adat adalah memiliki pertalian darah (genealogis) secara patrilinear atau berdasarkan garis keturunan ayah. Dengan demikian, suatu marga atau kumpulan marga memiliki asal perkampungan atau huta, yang disebut juga tempat pamoparan. Kalau sebuah marga saat ini tidak memiliki perkampungan asal, perlu diverifikasi apakah marga atau kelompok marga tersebut pendatang ke sebuah kumpulan marga atau apakah marga terkait pernah mendapatkan sanksi hukum adat, seperti diasingkan atau dipabali dari sebuah masyarakat hukum adat dikarena tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma hukum adat atau diduga marga yang tidak mempunyai huta merupakan pendatang atau diain atau dirajahon pada suatu masyarakat hukum adat. .

Sampai saat ini masyarakat hukum adat dari segi regulasi diatur baik dalam lingkup internasional, nasional maupun lokal. Dalam pengaturan transnasional, keberadaan masyarakat hukum adat di atur pada 169 Indigenous and Tribal Peoples Convention, 1989. Dalam lingkup nasional di sini, pengaturan tentang masyarakat hukum adat bisa dibaca dari ketentuan pasal 18 B UUD 1945. Disitu disebutkan :”Negara mengakui dan menghormati kesatuan­kesatuan masyarakat hukum adat serta hak­hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang­undang”. Pengaturan yang lain, bisa dibaca pada ketentuan pasal 28 I UUD 1945. Disana dikatakan :”Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Unsur identitas, dalam masyarakat hukum adat, seperti silsilah/tarombo diteruskan atau diwariskan dari satu generasi ke generasi. Merubah silsilah pada generasi Pertama dari suatu kumpulan marga atau toga yang telah berusia  sekitar 450 tahun yang lalu dengan asumsi 1 generasi 25 tahun misalnya, tentu harus lah didukung dengan  bukti-bukti yang kuat, terutama yang memiliki titik persesuaian satu sama lain, bukan dibangun atau disusun di atas pondasi yang rapuh.

Kalau ada kumpulan marga atau toga, yang berusia sekitar 450 tahun, kalau pun disusun kembali atau dilakukan reformulasi mulai dari generasi I, sudah sebaiknya disusun dengan beberapa prinsip utama. Sebagian dari prinsip itu, dikedepankan pada uraian berikut.

Pertama, berangkat dari masyarakat hukum adat. Wujud dari masyarakat hukum adat pada Batak Toba, berangkat dari huta atau perkampungan induk dari sebuah marga atau kumpulan marga sebagai episentrum. Sebuah marga yang asli atau memiliki hubungan darah dengan generasi I sebuah marga atau silsilah, harus bisa mempertahankan dan meneruskan huta atau masyarakat hukum adatnya. Kalau ada suatu marga tidak memiliki huta atau tempat pamoparan, maka biasanya ada petunjuk yang perlu diverifikasi, misalnya apakah marga tersebut merupakan pendatang pada sistem sosial masyarakat hukum adat, atau pernah diusir atau dipabali dari sebuah masyarakat hukum adat.

Pada komunitas masyarakat hukum  adat Raja Sonang di Kecamatan Onan Runggu Samosir, diduga ada 4 pendatang dan perlu diverifikasi lebih mendalam, yaitu 1) diduga Hutabalian pada Toga Gultom; 2) diduga Sirahut Hole pada Toga Samosir; 3) diduga Silakkitang Jauh atau sebutan lain pada Toga Pakpahan; 3) diduga Sihapit Saong pada Toga Sitinjak. Pada Dokumen 18 September 1936, didepankan tentang acara adat Raja Bius Toga Gultom, di Onan Runggu, Samosir tentang acara penegasan Hutabalian sebagai marga yang “dirajakan” atau diain pada Toga Gultom  (2016 : 9), sehingga Toga atau kumpulan marga Gultom yang keturunannya di awal ada   3 marga  menjadi 4, yaitu : a) Gultom Huta Toruan atau Tujuan Laut; b) Gultom Huta Pea; c) Gultom Huta Bagot; d) Gultom Hutabalian.

Dalam pada itu, penggunaan atau penguasaan bagian dari tanah ulayat (golat) atau tanah parripean, dari suatu marga, diduga anak yang diain atau diangkat pada suatu kumpulan marga adalah dalam status Saudara Pemukim bersama (dongan parripe pangisi ni golat), tidak mempunyai hak kepemilikan atas tanah ulayat.

Kedua, menjalankan prinsip dalihan na tolu (tunggu nan tiga). Reformulasi susunan Toga atau kumpulan marga, sebaiknya tidak hanya terjadi melului informasi atau bukti dari dongan tubu (saudara), tetapi juga dari sisi Hula-hula maupun Boru dari generasi awal sampai generasi terkini.

Ketiga, susunan dari kumpulan marga yang diubah, dari generasi I sampai dengan generasi terakhir, sudah bisa diverifikasi dan disusun, dengan bukti pendukung. Pada setiap generasi, generasi awal atau pertama,  hula-hula sudah jelas. Sebaiknya, `dihindari mengubah atau reformulasi struktur kumpulan kalau masih belum terstruktur secara lengkap, karena diduga terbuka mengemuka masalah hukum, baik dalam lingkup perdata maupun pidana.

Keempat, didominasi fakta, bukan hanya opini atau imajinasi atau perkiraan.  Mengubah struktur kumpulan marga, baik yang terikat karena hubungan pertalian darah atau adanya keturunan yang diain atau diangkat, sebaiknya didukung dengan fakta, bukan hanya berlandaskan opini atau imajinasi/khayalan.

Kelima, fakta yuridis. Dalam konteks yuridis, pada prinsipnya yang dapat menggunakan marga, sebagai identitas pada masyarakat hukum adat, adalah memiliki hubungan darah dengan Pewaris (Vide : pasal 832 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau KUHPer atau Burgerlijk Wetboek/BW.

Sebagaimana diketahui BW atau KUHPer di negeri Belanda disusun pada 5 Juli 1830 dan mulai    diberlakukan pada 1 Oktober 1838. Sedangkan di Indonesia KUHPer atau BW mulai diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad Nomor : 23, dan mulai berlaku di Indonesia (Hindia Belanda)  dengan menggunakan asas konkordansi pada 1 Januari 1848.

Keenam, menggunakan beberapa bukti, baik bukti surat, saksi, petunjuk, maupun pengakuan, persangkaan, sumpah yang memiliki titik  saling bersesuain satu sama lain. Alat bukti surat, dengan masuknya beberapa perkara yang terkait dengan masyarakat hukum adat batak Toba di Samosir, Tapanuli, khususnya melalui Pengadilan Negeri Balige dan Pengadilan Negeri Tarutung, sudah semakin memadai. Alat-alat bukti lainnya yang ada di masyarakat hukum adat, khususnya yang bisa diverifikasi adalah Artefak, Tugu Parsadaan Kumpulan Marga atau Toga, Tambak, Makam atau kuburan, dokumentasi acara adat, bangunan, sumber air, perladangan, bangunan tempat tinggal atau rumah  dan lain-lain.

Resiko Hukum

          Menyusun kembali struktur identitas pada masyarakat hukum adat, seperti silsilah atau tarombo yang diduga menggunakan keterangan palsu atau bukan dengan keterangan yang sebenarnya, tentu terbuka ada resiko hukumnya, baik pada sisi resiko hukum pidana maupun hukum perdata. Bagi  pihak yang dirugikan dari struktur kumpulan marga yang baru disusun, untuk mengwujudkan keadilan dan kepastian hukum, maka  upaya hukum dari sisi pidana merupakan opsi yang bisa ditempuh.

          Sedangkan dalam konteks pemulihan hak atas identitas atau silsilah dalam kumpulan marga dari suatu perubahan struktur kumpulan marga bisa ditempuh melalui upaya hukum gugatan perdata, yaitu perbuatan melawan hukum atau onrechtmatige daad ( Vide : pasal 1365 KUHPer).

          Dari konteks upaya  hukum pidana, atas penyusunan struktur marga baru/toga yang baru  yang diduga disusun berdasarkan keterangan yang bukan sebenarnya atau palsu bisa diproses melalui laporan pidana atas membuat keterangan palsu (Vide : pasal 263 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP) atau menggunakan keterangan palsu (Vide : pasal 263 ayat 2 KUHP) dengan ancaman pidana penjara  6 tahun. Pada pasal 263 ayat 1 KUHP dikatakan :”Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

          Bila akibat pembuatan perubahan struktur kumpulan marga yang dibuat ternyata diduga berakibat pencemaran atau penghinaan bagi pihak lain, terutama bagi pihak yang dirugikan, maka pihak yang membuat struktur kumpulan marga yang baru, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama terbuka dilaporkan atas dugaan pencemaran atau penghinaan, sebagaimana diatur pada pasal 310 KUHP.

          Jika konten perubahan struktur marga yang disusun diduga mengandung dugaan pencemaran atau penghinaan (Vide : pasal 310 KUHP) juga didistribusikan melalui saluran eletronik atau teknologi informasi, seperti media sosial (Youtube, Facebook, Twitter, dan lain-lain) maka terbuka  juga diproses sesuai dengan bagian sanksi pidana sebagaimana yang diatur pada  UU No. 11/2008, yang telah diubah dengan  UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang disebut juga UU ITE.

          Pada pasal 27 ayat 3 UU ITE jo pasal 45 ayat 3 UU ITE dikedepankan :”Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

          Jika seseorang atau sekelompok orang membuat struktur kumpulan marga baru diduga mengakibatkan permusuhan atau rasa kebencian, terbuka juga diproses sesuai dengan ketentuan pasal 28 ayat 2 UU ITE jo pasal 45a ayat 2 UU ITE, yang menyatakan :”Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak  menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

          Pada upaya hukum secara perdata atas penyusunan struktur baru kumpulan marga atau toga yang diduga disusun menggunakan keterangan palsu/bukan keterangan yang sebenarnya, dan merugikan pihak lain, maka pihak yang berada di posisi yang  dirugikan dapat melakukan gugatan kepada pihak-pihak yang menyusun susunan struktur kumpulan marga tersebut dengan gugatan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur pada pasal 1365 KUHPer. Pada pasal 1365 KUHPer disebutkan :”Setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut”.

          Menurut Prof Rosa Agutina, SH (Perbuatan Melawan Hukum, 2003 : 151), suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat, yaitu 1) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 2) bertentangan dengan hak subyektif orang lain; 3) bertentangan dengan kesusilaan; 4) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.   Angka 1 dan 2 bersumber pada hukum terulis, sedangkan angka 3 dan 4 bersumber dari hukum tidak terulis. Dalam hukum Indonesia, melawan hukum atau onrechtmatige diartikan sebagai melanggar hukum tertulis dan melanggar hukum tidak tertulis, seperti hukum adat.

          Dalam pada itu, menurut pasal 1372 KUHPer, Tuntutan Perdata  tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. 

          Jika para Tergugat, yang  membuat struktur kumpulan marga yang baru, yang diduga menggunakan keterangan palsu, berdomilisi di beberapa wilayah  hukum, maka  berdasarkan pasal 118 HIR/pasal 142 RBg, gugatan dapat diajukan ke salah satu Pengadilan Negeri tempat tinggal dari para Tergugat.

          Disamping perlu menyusun dasar gugatan yang kuat, maka arah tuntutan dalam gugatan, antara lain namun tidak terbatas pada : 1) menyatakan perbuatan Para Tergugat membuat struktur kumpulan marga adalah perbuatan melawan hukum; 2) menghukum Para Tergugat tidak diperkenankan menggunakan struktur kumpulan marga yang baru; 3) menghukum Para Tergugat untuk meminta maaf kepada Penggugat pada halaman depan media massa nasional 7 hari berturut-turut; 4) menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi, baik meterial Rp……maupun ganti rugi immaterial Rp……..; 5) Supaya gugatan tidak sia-sia meletakkan sita jaminan atas aset-aset milik para Tergugat (Vide : pasal 1233 KUHPer jo pasal 1131 KUHPer).

          Berangkat dari hal tersebut, kalau sampai dilakukan penyusunan kumpulan marga atau toga, maka sebaiknya disusun secara cermat, dengan menjalankan prinsip utama dan memperhatikan potensi resiko hukum yang ada

 (*Penulis adalah seorang Advokat & Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia)