Minggu, 27 Oktober 2019

Perihal Masalah Klaim Simpanan Nasabah pada Bank dalam Likuidasi


Rubrik Opini :
Perihal Masalah Klaim Simpanan Nasabah 
pada Bank dalam Likuidasi


Oleh : Kardi Pakpahan*
            Coba dibayangkan, sudah bertahun-tahun seorang nasabah penyimpan dana dengan total saldo simpanan Rp 200 juta menjadi nasabah di sebuah bank, tetapi di suatu waktu  tiba giliran dicabut izin usaha bank yang terkait dan masuk status Bank dalam Likuidasi (BDL), nasabah penyimpan dana tersebut tidak mendapatkan hasil klaim dari Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), dengan alasan bahwa suku bunga simpanan nasabah tersebut melampaui suku bunga penjaminan yang ditetapkan LPS, padahal Nasabah penyimpan Dana tersebut tidak pernah meminta bunga khusus atau special rate kepada Bank terkait. Bagian paparan di awal ini adalah kasus posisi, tetapi mungkin saja sudah pernah dialami oleh nasabah perbankan.
            Seluruh bank yang ada di sini wajib atau harus mengikuti program penjaminan simpanan nasabahnya. Institusi atau lembaga yang melakukan penjaminan simpanan nasabah perbankan berdasarkan Undang-Undang (UU) No.24/2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No.7/2009 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan atau yang disebut juga UU LPS, adalah LPS. Pertanyaan sekarang apakah fungsi, wewenang dan tugas LPS dalam rangka penjaminan simpanan semata-mata menerima dana kontribusi dan premi penjaminan dari perbankan dan melakukan penggantian simpanan nasabah yang memenuhi syarat ketika ada bank yang dicabut izin usahannya ?
            Kalau dicermati peraturan perundang-undangan yang terkait maka dapat dikatakan tidaklah demikian. Institusi LPS selaku penyelenggarapa penjaminan mengendalikan resiko operasional penjaminan sebelum terjadi transaksi simpanan di perbankan, yaitu setiap bank peserta penjaminan menjelaskan produk penjaminan simpanan kepada nasabah sebelum transaksi pembukaan rekening simpanan disetujui bank, seperti persyaratan penjaminan, juga selama menjadi nasabah  dan juga setelah ada bank yang dicabut izin usahannya atau menjadi BDL.
            Untuk persyaratan simpanan yang dijamin LPS itu dapat dilihat pada pasal 19  UU LPS. Disana dikatakan  3 (tiga) syarat penjaminan simpanan, yaitu 1) Tercatat di Bank; 2) Nasabah Penyimpam bukan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar atau suku bunga simpanan tidak melampau suku bunga penjaminan dari LPS; 3) Nasabah Penyimpan bukan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat, misalnya nasabah tidak memiliki kredit macet pada bank yang terkait. Disamping ketiga syarat tersebut, jumlah simpanan untuk setiap nasabah yang dijamin LPS saat ini berdasarkan pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66/2008 adalah sebesar Rp 2 Milyar. 
            Untuk melihat ketentuan yang terkait pengelolaan resiko operasional penjaminan simpanan tersebut, pada bagian berikut dikedepankan beberapa ketentuan penting. Pertama, LPS bertugas menjamin simpanan pada bank, seperti yang diatur pada  pasal 5 ayat 1 huruf b UU LPS. Disana dikatakan :”LPS mempunyai tugas melaksanakan penjaminan simpanan.
            Kedua, wewenang LPS menetapkan dan memungut premi penjaminan. Hal tersebut diatur pada pasal 6 ayat 1 huruf a UU LPS. Disitu disebutkan:”LPS mempunyai wewenang menetapkan dan memungut premi penjaminan.
            Ketiga, kewajiban bank memberikan data, informasi dan dokumen yang penjaminan ke LPS. Ketentuan yang terkait hal tersebut diatur pada pasal 9 huruf d UU LPS. Disana dikatakan  :”Sebagai peserta Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, setiap Bank wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan”. Dengan demikian seluruh data yang terkait dengan program penjaminan simpanan di bank, seperti data atau informasi dan/atau dokumen yang terkait dengan persyaratan penjaminan dapat diperoleh oleh LPS.
            Keempat, dalam rangka pelaksanaan program penjaminan simpanan.  LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank. Hal tersebut sudah jelas dan tegas diatur pada pasal 42 UU No 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Disana dikatakan :”LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK”.
            Apa saja ruang lingkup pemeriksaan bank yang dapat dilakukan oleh LPS  ?  Kaedah hukum atau uraianya sudah jelas dimuat  pada bagian penjelasan pasal 42 UU No.21/2011. Disitu disebutkan :” lingkup pemeriksaan LPS kepada bank meliputi : pemeriksaan premi, posisi simpanan bank, tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas aset dan kejahatan di sektor perbankan”. Dengan demikian ketika LPS, menjalankan ketentuan pasal 42 UU No.21/201, maka data yang lengkap terkait dengan program penjaminan simpanan, termasuk seluruh persyaratan penjaminan yang diatur pasal 19 ayat 1 UU LPS, dapat diperoleh LPS.
            Data yang terkait setelah dilakukan pemeriksaan LPS pada sebuah bank pada periode tertentu misalnya, ditemukan ada nasabah yang tercatat dengan suku bunga simpanan diatas suku bunga penjaminan LPS. Terhadap temuan seperti hal tersebut perlu dilakukan identifikasi, verifikasi atau rekonsiliasi apakah masalah tersebut murni kesalahan operasional bank (baik yang mungkin diakibatkan masalah karyawan, teknologi/aplikasi dan/atau sistem dan prosedur)  atau atas kesepakatan bank dengan nasabah.
            Jika dalam pemeriksaan LPS terhadap bank misalnya ditemukan bahwa pencatatan suku bunga yang melampauai suku bunga penjaminan LPS adalah karena kelemahan atau masalah dari operisasional bank (baik masalah SDM, teknologi/aplikasi, sistem dan prosedur) maka sudah seharusnya salah satu satu jalan keluarnya adalah melakukan upaya perbaikan atau jurnal koreksi, supaya nasabah yang beritikat baik mendapat perlindungan.
Jika dalam pemeriksaan LPS pada bank  yang masih beroperasi bahwa ditemukan  persetujuan suku bunga di atas suku bunga penjaminan LPS adalah karena kesepakatan bank dan nasabah yang didukung dengan bukti yang kuat atau otentik. Maka terhadap temuan yang terakhir ini maka dapat dibuat 2  (dua) jalan keluarnya, yaitu  dilakukan koreksi supaya masuk dalam program penjaminan atau jika tidak mau dilakukan koreksi setidak-tidaknya Nasabah harus membuat Surat Pernyataan dari awal bahwa simpanannya tidak masuk dalam program penjaminan simpanan LPS. Terhadap temuan masalah kekurangan pembayaran premi penjaminan simpanan dari suatu bank misalnya, maka lazimnya dilakukan koreksi yaitu bank yang terkait harus membayar kekurangan pembayaran premi kepada LPS.
Apakah semua Bank perlu diperiksa oleh LPS dalam rangka pelaksanaan program penjaminan ? Pada dasarnya semua bank peserta penjaminan perlu diperiksa oleh LPS,  tetapi dapat dibuat skala prioritas Bank yang musti diperiksa oleh LPS dalam rangka program penjaminan simpanan, seperti 1) bank status pengawasan intensif; 2) bank dalam pengawasan khusus; 3) bank dengan nilai resiko keseluruhan atau akumulatif pada level tinggi atau sangat  tinggi; 4) bank yang diindikasikan ada terjadi modus kejahatan perbankan yang diperkirakan sangat berpengaruh pada permodalan dan/atau cash rasio bank.   
Sehubungan dengan uraian diatas, untuk kegiatan penetapan status simpanan nasabah pada bank yang telah dicabut izin usahannya atau sudah termasuk dalam Bank Dilikuidasi, maka ketika dilakukan identifikasi rekonsiliasi atau verifikasi (Vide pasal 19 UU LPS) apakah sebuah simpanan nasabah masuk dalam kategori layak bayar atau tidak layak bayar, maka perlu dilakukan LPS secara mendalam dan cermat. Jika tidak terpenuhinya syarat penjaminan simpanan misalnya karena kelalaian atau kesalahan LPS, atau bukan karena kesalahan Nasabah Penyimpan, maka LPS jangan lah sampai memasukkan simpanan tersebut sebagai simpanan yang tidak layak bayar, supaya nasabah penyimpan dana yang beritikat baik jangan sampai dirugikan.
Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penjaminan simpanan pada perbankan, disamping LPS perlu meningkatkan kualitas pemeriksaannya kepada Bank dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang sehubungannya dengan pelaksanaan program penjaminan, juga perlu meningkatkan dan menyempurnakan format untuk mendapatkan data, informasi dan dokumen dari perbankan, sehingga pengendalian resiko operasional penjaminan dari awal sudah semakin terkendali dengan baik. Semoga. (*Penulis adalah Alumni FHUI, Advokat, WA=0813-2895-0019, IG= kardi_pakpahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar