Selasa, 02 Februari 2016

Tapanuli dan "Tapian Nauli"


 :

Oleh : Kardi Pakpahan*



Dari sisi asal usul kata atau etimologi,  kata Tapanuli, termasuk tentunya Tapanuli Utara (Taput) di dalamnya, berasal dari kata Tapian Nauli. Tapian berarti air, sedangkan Nauli berarti elok, indah, cantik dan bersih. Hal tersebut menyatakan dari dulu banyak “Tapian Nauli”, di Tapanuli, baik berupa Danau,  Aek (Sungai), Rura, Pansur,  Mual, Bondar, Sampuran. Tapian Nauli itu misalnya adalah Danau Toba, Rura Silindung, Rura Simanuban, Aek Situmandi, Aek Sarulla, Aek Singeaon, Aek Sibundong, Aek Gorat, Aek Naoto, Aek Bulu, Aek Lanccinok, dan lain-lain.
            Semenjak dimulainya penebangan pepohonan beberapa tahun yang lalu, seperti hau tusam (Pohon Pinus) di wilayah Taput oleh perusahaan besar perkayuan, maka diduga membuat masalah pada keberadaan air, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Misalnya belum lama ini, sewaktu melewati Aek Laccinok, dari Sibingke menuju Onan Tukka, penulis menemui bahwa mual yang berdekatan dengan jembatan Aek Lanccinok sudah tidak ada lagi atau sumber airnya sudah berhenti, karena Pohon-pohon Pinus di pengunungan atau bukit dekat mual tersebut sudah ditebang.
            Keberadaan air di Taput, di samping dikonsumsi masyarakat, juga digunakan untuk keperluan pengelolaan sawah atau hauma, khususnya untuk tanaman padi, yang merupakan komoditi utama sumber pemasukan atau penghasilan masyarakat di Taput. Mengingat hal tersebut maka keberadaan air perlu dijaga ketersediannya, baik untuk konsumsi ataupun untuk kegiatan pertanian/perikanan. Jika sumber air semakin tidak terkendali atau semakin rusak, tidak hanya menjadikan biaya hidup atau cost living semakin tinggi, karena air minum misalnya harus dibeli, tetapi bisa terbuka membuat pendapatan per kapita masyarakat setempat menurun atau bisa mengakibatkan bertambahnya angka kemiskinan, karena menurunya hasil pertanian atau perikanan. Jika hal itu terjadi, maka dalam pemenuhaan berbagai kebutuhan lainnya, seperti  pendidikan, kesehatan bisa terganggu pula.
            Berangkat dari hal tersebut, maka segala bentuk penebangan pohon di Taput, yang dapat mengganggu ketersediaan air baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, sudah selayaknya dihentikan, terutama yang dekat hulu atau di wilayah sumber air. Dalam pada itu, wilayah-wilayah yang pepohonanya  ditebang sudah seharusnya dilakukan reboisasi, sebagai bagian dari program pengelolaan lingkungan hidup.
            Untuk pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup di wilayah Taput, maka regulasi yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Daerah (RTRD), perlu juga mengakomodir masalah ketersediaan air, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Melalui  RTRD bisa diproteksi zona-zona yang tidak bisa dilakukan penebangan pepohonan, yang diawasi secara konsisten dan berkesinambungan. Termasuk zona yang perlu dilindungi adalah penebangan pepohonan yang terdapat di kawasan Jambur Nauli Pagar Sinondi.
            Dalam pada itu, Biro Pusat Statistik (BPS) Taput, ada baiknya melakukan penelitian pengaruh usaha penebangan pohon di Taput terhadap kegiatan ekonomi. Jika tidak signifikan pengaruhnya kepada kegiatan ekonomi di wilayah Taput misalnya, maka sudah sebaiknya segala bentuk penebangan pohon secara besar-besaran untuk keperluan industri (perkayuan), dihentikan supaya Tapanuli (Taput) benar-benar masih bisa menjadi Tapian Nauli. Semoga.   

(*Penulis adalah Advokat,Alumnus FH-UI,  IG = kardi_pakpahan). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar