:
Oleh : Kardi Pakpahan*
Dari
sisi asal usul kata atau etimologi, kata
Tapanuli, termasuk tentunya Tapanuli Utara (Taput) di dalamnya, berasal dari
kata Tapian Nauli. Tapian berarti
air, sedangkan Nauli berarti elok,
indah, cantik dan bersih. Hal tersebut menyatakan dari dulu banyak “Tapian Nauli”, di Tapanuli, baik berupa
Danau, Aek (Sungai), Rura, Pansur, Mual, Bondar, Sampuran. Tapian Nauli itu
misalnya adalah Danau Toba, Rura Silindung, Rura Simanuban, Aek Situmandi, Aek
Sarulla, Aek Singeaon, Aek Sibundong, Aek Gorat, Aek Naoto, Aek Bulu, Aek
Lanccinok, dan lain-lain.
Semenjak dimulainya penebangan
pepohonan beberapa tahun yang lalu, seperti hau
tusam (Pohon Pinus) di wilayah Taput oleh perusahaan besar perkayuan, maka diduga
membuat masalah pada keberadaan air, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Misalnya belum lama ini, sewaktu melewati Aek Laccinok, dari Sibingke menuju
Onan Tukka, penulis menemui bahwa mual
yang berdekatan dengan jembatan Aek Lanccinok sudah tidak ada lagi atau sumber
airnya sudah berhenti, karena Pohon-pohon Pinus di pengunungan atau bukit dekat
mual tersebut sudah ditebang.
Keberadaan air di Taput, di samping
dikonsumsi masyarakat, juga digunakan untuk keperluan pengelolaan sawah atau hauma, khususnya untuk tanaman padi,
yang merupakan komoditi utama sumber pemasukan atau penghasilan masyarakat di
Taput. Mengingat hal tersebut maka keberadaan air perlu dijaga ketersediannya,
baik untuk konsumsi ataupun untuk kegiatan pertanian/perikanan. Jika sumber air
semakin tidak terkendali atau semakin rusak, tidak hanya menjadikan biaya hidup
atau cost living semakin tinggi,
karena air minum misalnya harus dibeli, tetapi bisa terbuka membuat pendapatan
per kapita masyarakat setempat menurun atau bisa mengakibatkan bertambahnya
angka kemiskinan, karena menurunya hasil pertanian atau perikanan. Jika hal itu
terjadi, maka dalam pemenuhaan berbagai kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan bisa terganggu pula.
Berangkat dari hal tersebut, maka
segala bentuk penebangan pohon di Taput, yang dapat mengganggu ketersediaan air
baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, sudah selayaknya dihentikan, terutama
yang dekat hulu atau di wilayah sumber air. Dalam pada itu, wilayah-wilayah
yang pepohonanya ditebang sudah
seharusnya dilakukan reboisasi, sebagai bagian dari program pengelolaan
lingkungan hidup.
Untuk pengendalian dan pengelolaan
lingkungan hidup di wilayah Taput, maka regulasi yang terkait dengan Rencana
Tata Ruang Daerah (RTRD), perlu juga mengakomodir masalah ketersediaan air,
baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Melalui RTRD bisa diproteksi zona-zona yang tidak bisa
dilakukan penebangan pepohonan, yang diawasi secara konsisten dan
berkesinambungan. Termasuk zona yang perlu dilindungi adalah penebangan pepohonan
yang terdapat di kawasan Jambur Nauli Pagar Sinondi.
Dalam pada itu, Biro Pusat Statistik
(BPS) Taput, ada baiknya melakukan penelitian pengaruh usaha penebangan pohon
di Taput terhadap kegiatan ekonomi. Jika tidak signifikan pengaruhnya kepada
kegiatan ekonomi di wilayah Taput misalnya, maka sudah sebaiknya segala bentuk
penebangan pohon secara besar-besaran untuk keperluan industri (perkayuan),
dihentikan supaya Tapanuli (Taput) benar-benar masih bisa menjadi Tapian Nauli. Semoga.
(*Penulis
adalah Advokat,Alumnus FH-UI, IG = kardi_pakpahan).