Perihal Pemanggilan Tergugat dalam
Sidang Pengadilan Perdata
Oleh : Kardi Pakpahan, SH*
Dalam sidang pengadilan perdata, baik dalam gugatan ingkar janji (wanprestasi)
maupun perbuatan melawan hukum, kehadiran (para) Tergugat memiliki hal penting.
Masalahnya, disinyalir tergugat kadangkala
berupaya menghindar atau mengulur waktu untuk hadir pada persidangan, terutama bagi tergugat yang
diduga kuat telah ingkar janji atau melakukan
perbuatan melawan hukum.
Kalau dicermati dalam prakteknya, tujuan
penggugat mengajukan gugatan, tidak terbatas untuk mengajukan tuntutan bahwa si
tergugat telah wanprestasi atau melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi kadangkala
digunakan oleh penggugat untuk mendapatkan alat bukti peristiwa hukum lain. Misalnya,
ada dugaan bahwa (para) tergugat telah melakukan pendaftaran tanah untuk
pertama sekali, dengan dugaan telah terjadi peristiwa pidana memasukkan
keterangan palsu dalam akta otentik pelepasan tanah, maka biasanya penggugat
sangat menghendaki si tergugat mengikuti acara persidangan, khususnya pada
tahap pembuktiaan, suatu acara persidangan perdata, yang memberi kesempatan
bagi penggugat dan tergugat untuk mengeluarkan alat-alat bukti yang dimiliki
untuk memperkuat dalil-dalil yang telah disampaikan.
Mekanisme pemanggilan tergugat dalam
sidang pengadilan perdata diatur dalam pasal 122 HIR/Pasal 146 RBg dan pasal
390 HIR/pasal 718 RBg. Menurut ketentuan tersebut, tata cara pemanggilan
tergugat secara resmi dan patut, di samping memperhatikan waktu, panggilan
disampaikan langsung kepada tergugat di tempat tinggalnya. Dalam hal tergugat
yang dipanggil tidak ditemui di tempat tinggalnya, maka panggilan disampaikan
melalui lurah atau kepala desa. Jika demikian juga tidak diketahui keberadaan
si Tergugat maka mekanisme pemanggilan kepada tergugat diatur pada pasal 390
ayat 3 HIR. Disana dikatakan, tentang orang yang tidak diketahui tempat diam atau tempat tinggalnya dan
tentang orang yang tidak dikenal, maka surat juru sita itu disampaikan kepada Walikota/
Bupati, yang dalam daerahnya terletak tempat tinggal penggugat, kemudian Walikota/Bupati mengumumkan surat juru sita itu dengan menempelkannya pada pintu utama di tempat
persidangan hakim di pengadilan yang terkait.
Dalam kondisi tertentu, dalam hal
tergugat lebih dari satu orang, kadangkala ada juga sebagian tergugat yang datang dan ada juga
yang tidak datang walapun telah dipanggil secara resmi dan patut. Terhadap hal
tersebut, pasal 127 HIR memberikan
pengaturan sebagai berikut : a) mengundurkan persidangan; b) melangsungkan persidangan
secara kontradiktor (contradictoir); c) salah satu tergugat terus menerus tidak
hadir, sampai putusan dijatuhkan, proses pemeriksaan kontradiktor.
(*Penulis Advokat di Law Firm Dipa & Partners )